Awalnya saya sama sekali tidak ada pikiran atau terbersit sedikitpun untuk menginjak salah satu puncak tertinggi dikawasan sekitar Maluku yaitu Gunung Binaiya. Namun rupanya, salah satu teman saya, Kang Maman membuat ajakan untuk ke Gunung Binaiya yang sudah dia wacanakan beberapa tahun terakhir. Proses ajakan dilakukan di grup WhatsApp dengan beberapa orang tertarik, namun diakhirnya hanya saya dan Kang Maman yang berangkat.
Hari itu adalah tanggal 28 April 2017 yang merupakan hari Jumat dimana keruwetan Jakarta mulai ketika jam bubar kantor. Saya masih sempat membereskan urusan kantor lalu kemudian melakukan cek akhir pada barang bawaan saya yang akan dibawa naik ke gunung. Sekitar pukul 18.00 saya naik kopaja P20 ke stasiun Gambir dan lalu lanjut dengan naik Bus Damri arah Bandara Soekarno Hatta. Saya tiba di Soekarno Hatta pukul 20.00. Saya menunggu Kang Maman yang sekiranya berangkat dari Depok menggunakan bus juga. Sekitar pukul 22.00 saya bertemu Kang Maman didepan terminal 1.
Sabtu, 29 April 2017
Lion Air
Pesawat yang kami tumpangi adalah Lion Air Jakarta-Ambon penerbangan hari sabtu pukul 01.30 tanggal 29 April 2019 yang tiba di Bandara Pattimura, Ambon pada pukul 07.30. Ketika sampai di Bandara Pattimura saya merasakan hal yang berbeda ketika keluar bandara, panas!. Nampaknya Ambon ini lebih dekat ke matahari daripada Bekasi :p karena ketika saya cek termometer terbaca 33C untuk hitungan pagi relatif panas. Karena kami tidak terburu-buru menyeberang ke arah Masohi (Ibukota Kab. Maluku Tengah di Pulau Seram), kami sempatkan makan dulu di warung seberang bandara. Saya suka dengan bandara ini karena warung diluar bandara yang sangat dekat dengan bandara (bandingkan dengan Soekarno Hatta) dan lagi angkutan umum juga berseliweran didepan bandara kalau kita hendak ke Kota Ambon ataupun Passo. Setelah makan sebentar dan nonton bola (UEFA) lalu kami melanjutkan perjalanan menuju ke Passo guna beli beberapa hal yang kurang semisal gas (yang dilarang dalam penerbangan). Disini kami turun di pertigaan Passo yang ternyata terlalu dini turun, sehingga kami harus jalan sedikit ke Ambon City Center guna menuju Hypermart. Di Hypermart saya utamanya belanja gas hicook. Setelah belanja di Hypermart, kami lanjutkan perjalanan menuju pelabuhan Tulehu. Di pelabuhan ini terdapat beberapa trayek kapal yang salah satunya menuju Masohi (Pelabuhan Amahai). Kapal cepat Cantika Ekspress yang memakan waktu 2 jam perjalanan untuk sekitar 80km jarak tarik lurus Tulehu-Amahai. Tiket ekonomi kapal cepat ini adalah sebesar 115rb dengan jadwal sehari 2 kali yaitu pukul 09 dan 16 di hari biasa dan 1 kali sehari yaitu pukul 10 di hari minggu.
Ambon City Center, dimana ada Hypermart
Kapal Cantika Express
Perjalanan laut lumayan lama menurut saya karena maklum saja sudah lama tidak naik kapal laut. Sesampai di Amahai (pukul 18) ada baiknya pegang erat barang bawaan Anda apabila barang Anda tidak ingin diangkat porter, karena para porter akan merangsek masuk untuk mengais rejeki. Keluar dari pelabuhan ada angkutan umum untuk mencapai Kota Masohi yang rupanya tidak terlalu jauh juga dari pelabuhan. Kami minta diturunkan di Polres Masohi karena ini jadi patokan kami menuju Balai Taman Nasional, rupanya hari sabtu itu kantor tutup. Disinilah awal mulai kekacauan, kartu Indosat saya sinyalnya kurang bagus sedang kartu XL Kang Maman malah tidak ada sinyal sama sekali. Kontak utama kami adalah Bapak William yang bertugas di Taman Nasional Manusela di Masohi yang biasa membantu pendaki untuk urusan ijin pendakian (SIMAKSI). Namun karena sinyal sulit maka untungnya dengan informasi tambahan dari teman saya akhirnya saya coba hubungi Bang Ipul KOMPAS (PA di Masohi) dan kami langsung dijemput ke basecamp-nya. Disini kami bertemu rombongan yang baru saja turun dari Binaiya sejumlah 30 orang yang lintas selatan-utara dengan kondisi kaki banyak yang hancur kena air. Dikarenakan malam itu ada acara KOMPAS dan basecamp penuh, kami memutuskan untuk menginap di Penginapan Lulu yang tidak jauh dari basecamp.
Tidak lama kami taruh semua tas kamudian mencoba makan yang terdekat dan itu adalah ayam goreng Lamongan :v (jauh-jauh malah makan ayam goreng Lamongan). Kemudian malam itu kami di datangi rombongan Pak William yang menanyakan kabar dan rencana kami. Kami akhirnya berbincang dan kami tunggu satu hari salah satu pendaki tambahan yang tadinya berniat solo ke Binaiya yang digabungkan ke tim kami.
Pagi itu kami bangun untuk beli bensin (bahan bakar kompor MSR multi fuel), belanja sayur dan saya sendiri butuh kartu Telkomsel karena di Pulau Seram sinyal terbaik adalah Telkomsel. Kami sempatkan untuk mengunjungi obyek wisata Ina Marina yang nampaknya belum selesai dikerjakan.
Ina Marina
Pasar Masohi
Sekitar pukul 12.00 kami berangkat menuju Balai Taman Nasional dengan menaiki angkot. Disini kami menunggu pendaki yang bergabung dengan kami. Sekitar pukul 16.30 setelah urusan surat selesai dan barang terkumpul semua, kami naik “Avanza” carteran arah Piliana. Atas rekomendasi Pak William, kami mendapat supir Pak Moge yang biasa antar tamu ke Piliana. Perjalanan ke Piliana memakan waktu sekitar 4 jam, namun sore itu hujan jadi perjalanan sedikit lebih lambat. Untuk surat yang kami bawa ada 4 amplop, 1 untuk kantor di Tehoru, 1 untuk kantor di Saunulu, 1 untuk Bapak Raja Piliana (gelar kepala desa adat) dan 1 untuk pendaki. Dikarenakan kondisi sudah malam surat yang di Tehoru disampaikan di Saunulu. Pastikan ikuti urutan ini. Sekitar pukul 18.30 kami sempatkan makan dulu di Tehoru, saya sendiri mencoba makan ikan yang rupanya rasanya jauh lebih enak daripada di Jakarta. Kami akhirnya sampai di desa Piliana pukul 20.30. Disini kami diantar ke rumah Bapak Raja, setelah perkenalan sebentar kami dipersilahkan istirahat di rumah Bapak Raja juga.
Berfoto bersama Pak William (kaos merah) yang dengan baik membantu segala kebutuhan dan urusan administrasi kami
Senin, 1 Mei 2017
Untuk melakukan pendakian ke Gunung Binaiya, kami harus ikuti aturan adat yang ada di Piliana yaitu untuk melakukan upacara adat di rumah adat yang dipimpin oleh bapak adat. Upacara adatnya adalah makan sirih pinang, ini pertama kali adalam hidup saya mencoba sirih pinang khas orang timur. Setelah mengunyah sirih yang rasanya khas kemudian kesalahan fatal saya adalah mencolek pinang ke kapur terlalu banyak sehingga saya batuk-batuk. Lalu saya ludahkan yang tadi, kemudian belum kapok saya coba lagi yang kedua barulah mulai agak lumayan rasanya. Kami harus menunjukkan mulut merah sebelum akhirnya dibacakan doa yang kemungkinan isinya meminta ijin dan permohonan agar diberi keselamatan.
Rumah adat
Bapak adat dengan ikat kepala merah khas Seram, dipiring ada sirih, kapur dan pinang
Setelah upacara adat selesai, kami meminta bantuan Bapak Raja untuk memilihkan porter guna membantu pendakian kami. Akhirnya terpilihlah warga Piliana bernama Boce (semoga tidak salah tulis) yang masih muda dan ramah untuk memandu kami.
09.00 – 11.30 : Desa Piliana (411 MDPL) – Pos Yamhitala (524 MDPL)
Perjalanan dimulai dari jalan cor Piliana ke arah sekolah kemudian naik kearah kebun. Karena dimulai dari sekitar 400 MDPL maka saat itu hawanya sangat panas, rupanya sepanjang perjalanan temperatur tidak semakin turun tapi tetap panas :p. Perjalanan cenderung naik sampai ketinggian 700 MDPL kemudian turun ke Sungai Yahe yang sangat jernih. Lalu tak lama lintas sungai Yahimtala baru sampai Pos 1 Yamhitala. Disini ada bangunan shelter yang cukup melindungi dari panas namun sayang bagian bawah kayu sudah rontok.
Melintasi Sungai Yahe
Pos 1 Yamhitala
11.45-15.00 : Pos Yamhitala (524 MDPL) – Pos Aimoto (1172 MDPL)
Perjalanan dari Yamhitala ke Aimoto diawali dengan tanjakan melipir tebing batu kemudian cenderung menanjak meski tidak terlalu terjal. Kemudian ditebing Lukuamano ada seperti batu tebing yang bisa buat istirahat sebentar. Sebelum sampai di Pos 2 Aimoto ada sungai yang merupakan sumber air minum yang jernih dan saya langsung minum.
Lukuamano
Daun gatal yang menurut Boce sebagai obat capai dan pegal
Sungai di Aimoto
Shelter Pos 2 Aimoto, kondisi cukup naik dengan adanya kamar yang bisa dipakai. Nampak Kang Maman sedang main dengan kompor multi fuelnya
Selasa, 2 Mei 2017
06.45-10.50 : Pos Aimoto (1172 MDPL) – Highcamp (1918 MDPL)
Mulai dari Aimoto cenderung turun kearah lembah, dikarenakan sehari sebelumnya hujan maka jalur ini jadi cenderung becek. Setelah lembahan ini selesai maka mulailah naik ke punggungan yang tanjakannya lumayan terjal. Kemudian kami didataran yang cukup kecil yang disebut Aiulunasalai pukul 07.30. Setelah Aiulanasalai, tanjakan kemudian masih makin terjal sampai ke puncak Teleuna. Kami sampai Teleuna pukul 09.10, ambil nafas sebentar lalu berangkat lagi. Mulai dari Teleuna, hutan mulai berubah jadi hutan lumut dan masuk ke punggungan. Setelah berjalan sejam lebih kami sampai di Highcamp, di Highcamp terdapat sebuah shelter yang cukup baik namun hawanya cukup lembab. Ketika kami cek genangan air yang ada disitu diameter airnya hanya 50 centimeter dengan warna cokelat. Disamping genangan tadi ada bekas satu genangan lagi tapi sudah kering. Agaknya saya sendiri kurang nafsu kalau disuruh minum air itu :p.
Dataran Aiulanusalai
Ngaso dulu
Puncak Teleuna
Kantung Semar
Tebalnya lumut sepanjang Teleuna-Highcamp
Shelter Highcamp
Genangan di Highcamp
11.30-13.45 : Highcamp (1918 MDPL) – Pos Isilali (2162 MDPL)
Setelah isitirahat sebentar, kami lanjutkan perjalanan menuju puncak Manukupa. Tanjakan menuju puncak Manukupa cukup lumayan terjal karena naik dari 1918 MDPL ke 2281 MDPL. Sebelum puncak Manukupa, jalur berubah dari hutan lumut jadi bebatuan cadas. Kebetulan dari puncak Manukupa kami tidak dapat pemandangan karena mulai tertutup kabut. Setelah puncak Manukupa, kami turun ke lembahan yang disitu terdapat Pos Isilali. Di Isilali terdapat genangan juga dan shelter yang menurut saya kondisinya lebih baik daripada Highcamp. Untuk genangan saya tidak cek secara langsung karena sudah mulai malas.
Mulai berubah jadi jalur batu tajam
Penanda puncak Manukupa
Turun dari Puncak Manukupa kearah Isilali (lembahan)
Plang Isilali
Shelter Pos Isilali
14.00-17.30 : Pos Isilali (2162 MDPL) – Nasapeha (2573 MDPL)
Setelah isitirahat sebentar, kami lanjutkan perjalanan. Selepas pos Isilali hutan masih lebat karena lembahan. Kemudian mulai naik ke arah punggungan Gunung Bintang. Nah sesampai punggungan ini mulailah banyak batu tajam, maka berhati-hatilah. Disini jalurnya naik turun sampai beberapa kali (hal ini membuat saya bosan juga). Kondisi ketika itu berkabut jadi tidak terlalu banyak yang saya lihat, tapi ada sisi positifnya yaitu karena punggungan itu terbuka maka tidak terlalu panas. Sebelum puncak Gunung Bintang, hujan mulai mengguyur. Jalur batu jadi mulai licin dan saya sempatkan diri untuk minum air hujan karena air genangan kurang membuat saya nafsu untuk minum. Sepanjang tanjakan menuju puncak Bintang yang membuat saya kian “desperado” karena sudah telalu lama jalan kaki dan selain itu faktor hujan dan suara geluduk yang cukup berbahaya apabila petir muncul ketika kami sampai Puncak Bintang. Sekitar pukul 16 kami sampai di puncak Bintang, tapi karena malas nanjak sampai puncaknya dan ketika itu mulai muncul petir kamipun melipir puncakan itu untuk turun kearah punggungan arah Nasapeha. Jalur melipir ini berisi banyak pecahan batu tajam tadi, agak riskan kalau sampai tergelincir disini. Setelah menuruni Puncak Bintang, kami masuk hutan lumut lagi, sekitar 1 jam perjalanan sebelum sampai Nasapeha yang ketika itu kondisinya hujan dan jalur becek luar biasa.
Disini kami dirikan tenda dan mulai istirahat guna besok untuk “summit attack”
Naik turun terus
Pemandangan arah sebelah
Rabu, 3 Mei 2017
05.20-07.20 : Nasapeha (2573 MDPL) – Puncak Binaiya (3027 MDPL)
Pagi itu saya kelaparan, sekitar pukul 02 saya sudah bangun lalu masak mie. Di Nasapeha terdapat genangan yang cukup besar, meski warnanya cokelat, saya coba filter pakai filter air keran. Cukup lumayan juga masak mie instan dengan air genangan, rasa tanah yang ada pada air genangan tadi lumayan tertutupi oleh bumbu mie. Sekitar pukul 05.20 kami berangkat naik kepuncak, jalur ke puncak lumayan terjal. Ketika matahari mulai muncul, terlihatlah sekitaran sisi selatan pulau Seram kearah Gunung Murkele dan lebih jauh pesisiran Tehoru dengan jembatan Sungai Kawanua. Perjalanan kepuncak ini cukup panjang naik-turun terus sampai beberapa kali sebelum sampai ke Puncak. Disini vegetasi mulai terbuka dengan banyak lumut, pakis raja, anggrek, susuh angin dan cantigi (itu yang bisa saya identifikasi). Sebelum puncak kami temui 2 genangan dengan air yang cukup jernih diantara lumut yang laiknya karpet. Dan sebelum puncak persis terdapat camp Wayfuku (2969 MDPL) yang datar dan dapat menampung 10 tenda kira-kira. Ketika kami sampai Wayfuku, kebetulan waktu pagi itu ada air genangan yang lebih besar dan jernih. Tetapi menurut informasi, air genangan di Wayfuku ini sering kering kalau sudah seharian panas.
Matahari mulai terbit
Siksaan belum berakhir
Mau coba rasanya kalau batu ini menggores kulit? 😀
Tehoru
Genangan ada 2 sebelum puncak Binaiaya, cukup jernih dan saya masih ikhlas minum langsung yang ini
Melipir lagi
Wayfuku (2969 MDPL), disini bisa nenda dan ada genangan air (mudah kering kalau seharian panas)
Pakis raja
Tinggi juga nih pakis
Puncak
😀
08.15-10.00 : Puncak Binaiya (3027 MDPL) – Nasapeha (2573 MDPL)
Selepas berfoto ria dan menikmati puncak, kami langsung turun karena berencana mulai nyicil turun gunung. Kami tiba di Nasapeha jam 10.00 karena jalur naik dan turun agaknya sama saja (alasan sih sebetulnya karena kebanyakan foto :p). Sebelum turun kalau sekiranya air di Wayfuku masih ada, sebaiknya ambil air minum disini. Sesampai di Nasapeha kami persiapkan makanan dan packing. Air genangan di Nasapeha pagi itu mulai susut dibanding kemarin dan airnya makin gelap. Ya karena itu gunakan perasa tambahan semacam nutrisari atau susu cokelat untuk menutupi aroma tanah apabila dibuat air minum.
12.30-14.30 : Nasapeha (2573 MDPL) – Pos Isilali (2162 MDPL)
Perjalanan dari Nasapeha ke arah Puncak Bintang nampaknya terasa lebih enteng dibanding kemarin, mungkin karena kali ini sudah makan banyak 😀 dan tentunya tidak hujan. Sesampai di puncak Bintang, kondisi kembali berkabut. Kami lanjutkan turun untuk sampai paling tidak Isilali baru kemi mengambil keputusan apakah lanjut ke Highcamp atau tetap di Isilali.
Genangan di Nasapeha
Cemilan nikmat
Menuju puncak Bintang
15.00-16.30 : Pos Isilali (2162 MDPL) – Highcamp (1918 MDPL)
Setiba di Pos Isilali, kami memutuskan untuk lanjut ke Highcamp karena disara cuaca masih oke untuk jalan lagi. Kami kemudian mulai menapaki puncak Manukupa yang cukup lumayan menguras tenaga yang kemudian baru turunan terjal sampai ke Highcamp. Setibanya di Highcamp kami langsung gelar plastik sampah lalu masak. Entah kenapa sore itu hawa di Highcamp agak aneh, sampai ketika pintu shelter Highcamp yang sudah saya tutup terbuka sendiri yang membuat salah satu dari kami merasa “parno” :p. Ya karena daripada takut sebaiknya kami berpikir positif saja. Sepanjang malam itu rupanya kami tidak bisa tidur (kecuali Boce). Saya terbangun terus dan ketika terdengar hujan sekitar pukul 12 malam, saya berusaha menandon air hujan karena saya lebih memilih minum air hujan daripada air genangan Highcamp :D. Setelah puas menandon air, sekitar jam 02 saya mulai bisa tidur pulas (entah kenapa).
Kamis, 4 Mei 2017
06.20-09.00 : Highcamp (1918 MDPL) – Pos Aimoto (1172 MDPL)
Kami mulai masak pagi itu untuk mempersiapkan perjalanan panjang menuju Piliana. Kami berusaha mulai sepagi mungkin agar tidak terlalu malam sampai Piliana. Setelah masak, rupanya hujan turun kembali. Dalam hati saya, pasti jalur turun akan sangat licin -__-. Ternyata hujan yang saya perkirakan deras rupanya tidak demikian. Perjalanan turun ini licin, saya sendiri sampai beberapa kali terpeleset (jadi hati-hatilah). Kami sampai di Teleuna pukul 07.20, ambil nafas sebentar lalu lanjut lagi turun. Kami kemudian tiba di Aiulunasalai pukul 08.30. Disini kami bertemu rombongan John dari Ambon yang mengantar tamu dari Malaysia dan ditemani 2 orang porter dari Piliana. Tak lama, kami berjalan kembali dan sampailah di Aimoto untuk masak besar karena kami berupaya sedia nasi agar tidak kelaparan nanti dijalan. Disini saya sempatkan mencuci sepatu dan utamanya kaos kaki yang sudah bau busuk T_T
Kembali ke Aimoto, Boce jagoan kami dari Piliana
Jemuran :v
10.50-15.30 : Pos Aimoto (1172 MDPL) – Piliana (411 MDPL)
Perjalanan turun relatif lancar (entah karena sudah kenyang atau bukan?), perjalanan relatif lancar sampai kami tiba di Yamhitala pukul 12.40. Di Sungai Yamhitala saya sempatkan untuk memasukkan kaki ke sungai sekalian untuk menyegarkan kaki. Kemudian saya lakukan hal serupa di Sungai Yahe. Selepas Sungai Yahe, tanjakan menuju ketinggian sekitar 700 MDPL ini yang membuat saya cukup “desperado” dikarenakan hawa yang cukup panas sehingga keringat mengucur deras seperti disauna -_-. Setelah puncakan 700 MDPL, jalan terus turun dan paling membosankan ketika hutan sudah selesai dan masuk kebun sagu. Rasanya sudah ingin saja lari kencang untuk sampai Piliana dan makan durian :v. Akhirnya kami sampai di Piliana pukul 15.30 dalam kondisi dekil dan banyak lumpur. Saya sempatkan isitirahat sambil nyemil durian yang disuguhkan dan manggis oleh-oleh dari Bapak Raja :D. Kami kemudian mengontak Pak Moge agar kami dijemput keesokan harinya. Kami sempatkan semalam tidur lagi di rumah Bapak Raja.
Foto bareng dulu di Yamhitala
Judulnya : mencemari sungai pakai kaki bau :v
Sampai juga di Piliana 😀
Informasi tambahan:
Saran:
- Pendakian terbaik adalah ketika musim kemarau yang bulannya malah terbalik dengan Jawa, bulan januari-februari adalah yang terbaik
- Berhati-hatilah karena batuan tajam mulai dari Manukupa sampai puncak dapat menciderai tangan dan kaki, bantuan gaiter ataupun sarung tangan sangat membantumencegah goresan dari batu
- Di musim hujan (Mei-September) jalur jadi becek dan licin, persiapkan peralatan tempur Anda
Unduh Peta pendakian dalam bentuk PDF
Ilustrasi Pulau Ambon-Pulau Seram
Syarat SIMAKSI:
- Surat keterangan sehat paling tidak H-3 sebelum pendakian
- Bawa meterai 6000 sejumlah 4 lembar
- Scan KTP
Silakan kontak Pak William untuk informasi lebih lengkap 🙂
Kontak:
- Pak William BTN Manusela 0822 3835 8198, petugas Taman Nasional yang sangat resourceful dan membantu kami untuk informasi dan pengurusan semua dokumen administrasi
- Pak Moge (carter mobil arah Piliana) 0813 4343 3835, supir mobil keren yang bisa antar kami sampai Desa Adat Piliana 😀
- Bang Ipul KOMPAS 0853 4463 8623, silakan kontak apabila butuh guide dan tempat berteduh sementara di Masohi. Mereka akan dengan senang hati membantu.
Informasi biaya:
- Tiket pesawat Lion Air CGK-AMQ 1.196rb
- Angkot Hatu-Passo 10rb
- Angkot Passo-Tulehu 10rb
- Kapal cepat Cantika (Tulehu-Amahai) 115rb
- Angkot Amahai-Masohi 10rb
- SIMAKSI 5 hari 75rb/orang
- Mobil Masohi-Piliana 800rb dibagi 3
- Porter dari Piliana 150rb/hari
- Sumbangan untuk kas desa ….
- Upacara adat ….